Minggu, 10 Oktober 2010

Ukuran Penis dan status andrologi anak umur 6 -12 thn di Kota Pasuruan

Tulisan ini merupakan ringkasan laporan hasil penelitian penulis dalam rangka tugas akhir sebagai spesialis andrologi dan telah diuji pada 25 April 2007
Latar belakang penelitian ini adalah, di Indonesia   belum ada data yang berhubungan dengan panjang penis anak umur 6 – 12 tahun. Karena tidak adanya data dari anak Indonesia, untuk menegakkan diagnosa kelainan – kelainan yang berhubungan dengan organ genitalia digunakan hasil penelitian dari etnis lain. Seperti untuk diagnosa Micropenis pada anak di poli Andrologi RSU Dr Soetomo Surabaya mengunakan ukuran panjang penis rata rata yang dikemukakan oleh Scholfeld , Beebe  (1942) untuk panjang penis stretched   dimana penelitian dilakukan pada etnis kulit putih (Smith  et al, 1995). Padahal dari penelitian yang dilakukan oleh Sutherland , Kogan  et al (1996), tentang rata rata panjang penis dewasa, ternyata menunjukkan adanya perbedaan antar etnis ( etnis kulit putih 12.4, etnis kulit hitam 14.6 cm dan etnis asia 10.6 cm) ( Sutherland  et al, 1996; Grumbach  et al, 2003).  Dengan demikian hasil penelitian Scholfeld, Beebe  ( 1942)  belum tentu sama dengan ukuran penis rata- rata anak Indonesia. Untuk itu akan dilakukan penelitian untuk mendapatkan data tentang status genitalia eksterna dan patologinya untuk anak Indonesia , khususnya di kota Pasuruan.
Adapun sampel dan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut dibawah ini.

Untuk mengetahui status andrologi anak umur 6 – 12 tahun di Kota Pasuruan, dilakukan survey dan penilaian terhadap status organ genitalia dan keadaan patologisnya. Rancangan penelitian yang digunakan ( berdasar waktu pengambilan data) adalah Crossectional Study. Besar sampel yang digunakan adalah 706 anak laki-laki umur 6 – 12 tahun di Kota Pasuruan dengan criteria eksklusi penis ereksi saat pemeriksaan, penis ada luka/infeksi yang dapat menimbulkan rasa sakit saat diperiksa, penis ada bent . Sampel diambil dengan Cluster Random Sampling.
Penelitian di lakukan di Sekolah Dasar yang ada di Kota Pasuruan. Tiap anak akan dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, panjang penis stretched, volume testis, penilaian pertumbuhan rambut pubis, pemerikaan terhadap adanya undescencus testis, varicocel dan hipospadia. Setelah itu dilakukan analisa statistik untuk mengetahui    rata-rata panjang penis stretched, hubungan antara berat badan, tinggi badan dan status gizi dengan panjang penis stretched, angka rata-rata ukuran volume testis, hubungan antara berat badan, tinggi badan dan status gizi dengan volume testis total, hubungan antara volume testis total dengan panjang penis , pertumbuhan rambut pubis , hubungan antara panjang penis stretched dan volume testis total dengan pertumbuhan rambut pubis, hubungan umur dengan berat badan, tinggi badan, status gizi,panjang penis stretched dan volume testis total , serta mengetahui angka kejadian undecencus testis, varicocel, hipospadia    pada anak laki–laki umur 6 – 12 thn di Kota Pasuruan .
Hasil yang didapat dari penelitian ini:
§  Rata-rata panjang penis stretched anak laki-laki di Kota Pasuruan  pada umur 6 tahun = 5.68 ± 0.60cm, umur 7 tahun= 5.82 ± 0.65cm, umur 8 tahun = 5.81 ± 0.64cm, umur 9 tahun = 5.98 ± 0.69cm, umur 10 tahun = 6.05 ± 0.72cm, umur 11 tahun =6.60 ± 1.21cm , umur 12 tahun = 7.23 ± 1.54cm.
§  Ada korelasi positif antara berat badan ( p = 0.00 dan koefisien korelasi = 0.177) dan tinggi badan ( p =0.00 dan koefisien korelasi = 0.341) dengan panjang penis stretched dan korelasi negative antara status gizi dengan panjang penis stretched ( p = 0.003 dan koefisien korelasi = -0.11).
§  Rata-rata volume testis total anak laki-laki di Kota Pasuruan pada umur 6 tahun = 4.99 ± 0.9 ml, umur 7 tahun = 4.93 ± 1.1ml , umur 8 tahun=5.13 ± 1.1ml  , umur 9 tahun = 6.04 ± 1.7ml , umur 10 tahun= 7.93 ± 3.8 ml , umur 11 tahun = 12.70 ± 7.6 ml , umur 12 tahun = 17.19 ± 8.7 ml.
§  Ada korelasi positif antara berat badan ( p = 0.00 dan koefisien korelasi = 0.55 ), tinggi badan  ( p = 0.00 dan koefisien korelasi = 0.67) dan status gizi ( p = 0.003 dan koefisien korelasi = 0.113) dengan volume testis total.
§  Ada korelasi positif antara volume testis total dengan panjang penis stretched ( p = 0.00 dan kofisien korelasi = 0.371).
§  Rambut pubis anak:
§  umur 6 – 9 tahun 100% Tanner 1,
§  umur 10 tahun  1.53 % Tanner 2 sisanya Tanner 1,
§  umur 11 tahun 20.51 % Tanner 2 , 7.69 % Tanner 3 atau 4, sisanya Tanner 1
§  umur 12 tahun 28.17 % Tanner 2, 18.31 % Tanner 3 atau 4, sisanya Tanner 1
§  Ada korelasi positif antara panjang penis stretched ( p = 0.00 dan koefisien korelasi = 0.36) dan volume testis total ( p = 0.00 dan koefisien korelasi = 0.47 ) dengan pertumbuhan rambut pubis.
§  Ada korelasi positif umur dengan berat badan ( p = 0.00 dan koefisien korelasi = 0.586 ), tinggi badan ( p = 0.00 dan koefisien korelasi = 0.790 ) , BMI( p = 0.00 dan koefisien korelasi = 0.221 ), panjang penis stretched ( p = 0.00 dan koefisien korelasi = 0.343 )dan volume testis ( p = 0.00 dan koefisien korelasi = 0.695 ) .
§  Angka kejadian undescencus testis   1,1 % ( 0,6 % undescencus testis inguinal dan 0,5 % undescencus abdominal), varicocel pada anak laki-laki umur 11– 12 thn   4,3 %, sedang pada umur 10 tahun kebawah 0%, tidak kami ketemukan kejadian hipospadia pada 706 anak laki-laki umur 6 – 12 tahun di Kota Pasuruan sebagai peserta penelitian.

Mudah - mudahan tulisan ini ada manfaatnya untuk sejawat yang berminat di bidang ini.
Penulis
dr Edy Herlambang MKes SpAnd

Minggu, 29 Agustus 2010

Penata Laksanaan LOH (Late Onset Hypogonadism)

LOH (Late Onset Hypogonadism) merupakan keadaan klinis dan biokimia yang berhubungan dengan adanya usia lanjut dan penurunan kadar testosteron serum. Data demografi menunjukkan jumlah populasi lanjut usia semakin bertambah. Dan angka kejadian LOH akan meningkat dengan bertambahnya usia. Menurut Blatimore Longitudinal Study of Aging kadar testosteron akan berkurang dengan bertambahnya usia (Harman SM et al. J Clin Endocrinol Metab 86 (2): 724-731 (2001)).
Diagnosa LOH dibuat atas dasar:
  1. Adanya Gejala Klinis defisiensi testosteron
  2. Kadar testosteron serum yg rendah
Gejala Klinis defisiensi testosteron:
  1. Libido rendah
  2. Kwalitas dan frekuensi ereksi spontan pagi hari menurun bahkan hilang
  3. Depresi & mudah marah, gangguan tidur, konsentrasi yang buruk, mudah lupa
  4. Berkurangnya kebugaran/ cepat lelah ( krn penurunan pembentukan sel darah merah )
  5. Berkurangnya massa dan kekuatan otot
  6. Bertambahnya lemak tubuh ( Viceral Fat )
  7. Rambut badan berkurang
  8. Berkurangnya kepadatan tulang → osteopenia, osteoporosis → resiko patah tulang meningkat
     ( Nieschlag E et al. Journal of Andrology 27: 135-137 (2006) )

Kadar Serum Testosteron :
  • Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pkl 07.00-11.00  ( Diver et al, 2003)
  • Harga normal kadar total testosteron serum > 12 nmol/L ( 350 ng/dL) (ISA,ISSAM,EUA)
  • Dianjurkan untuk dilakukan terapi bl kadar total testosteron < 8 nmol/L (230ng/dL) (ISA,ISSAM,EUA)
Terapi LOH :
  • Preparat : Testosteron
  • Tx LOH , sebaiknya diawali dengan menggunakan preparat testosteron yang short acting (sehubungan dengan munculnya resiko efek samping selama terapi)( E.Nieshlag et al, 2009)
  • Goal tx, kadar serum testosteron level bawah yang masih dianggap normal pada dewasa muda ( Zitzmann dan Nieshlag, 2007) dan simptom hipogonadism hilang
Kotraindikasi Tx Testosteron:
  1. Ca Prostat
  2. Ca Mamma
  3. Hematokrit > 52 %
  4. Gagal Jantung Berat yang tidak terobati
  5. Gejala obstruksi pada saluran kencing bagian bawah ( LUTS) dengan Score >21 ( Kontra Indikasi relatif)
Monitoring Tx Testosteron:
  • Monitoring apakah terapi testosteron efektif dan bisa dilajutkan:
  1. Hilangnya simtom ggn libido dan fungsi sexual, peningkatan massa dan kekuatan otot, berkurangnya jumlah lemak dlm waktu 3 -6 bln tx
  2. Peningkatan Bone Density , evaluasi dilakukan setelah 2 thn tx

  • Monitoring timbulnya efek samping:
  1. DRE (Digital Rectal Examnation) dan PSA (Prostatic Spesific Antigen) tiap 3 bulan selama 12 bl, selanjutnya tiap 1 thn
  2. Evaluasi hematologi ( hematokrit) dilakukan tiap 3 bulan selama 12 bln, selanjutnya tiap 1 thn
Sediaan Testosteron yang ada di Indonesia :
  1. Testosteron Undecanoat capsul 40mg
  2. Mesterolone tablet 25 mg
  3. Testosteron Propionat 30mg, Testosteron Phenylpropionat 60mg, Testosteron decanoat 100mg Ampul
  4. Testosteron Undecanoat 1000 mg ampul
( disusun oleh: dr Edy Herlambang M.Kes, Sp.And )

Selasa, 17 Agustus 2010

Surat Dari Anggota untuk Anggota, Dari IDI untuk Masyarakat

Teman sejawat anggota IDI kota Pasuruan,
Untuk kepentingan kita semua sebagai anggota sebuah organisasi profesi yg cukup di segani dimasyarakat, adalah cukup bijaksana kiranya kita semua bersedia turut berperan serta aktif dalam setiap kegiatan yang dapat membantu sesama anggota  ataupun masyarakat yang ada disekeliling kita. Bentuk kegiatan tersebut diformulasikan oleh seksi seksi ( Sie Ilmiah, Sie Pengabdian Masyarakat, Sie Kesejahteraan Anggota) yang ada dalam organisasi profesi kita. Termasuk diantaranya dengan memanfaatkan blog ini. Dengan kesediaan Teman Sejawat untuk menulis ( tulisan ilmiah) di blog ini, akan dapat membantu baik anggota lain, maupun masyarakat yg berminat tentang ilmu kedokteran. Bagi yang bersedia memberikan tulisannya dapat menghubungi sekretariat IDI kota Pasuruan.
Dari Anggota untuk Anggota, Dari IDI untuk Masyarakat.
Bersama Kita Bisa

Sejarah IDI

 Cikal bakal IDI adalah perhimpunan yang bernama Vereniging van lndische Artsen tahun 1911, dengan tokohnya adalah dr. J.A.Kayadu yang lama menjabat sebagai ketua dari perkumpulan ini.
Selain itu, tercatat nama-nama tokoh seperti dr. Wahidin, dr, Soetomo dan dr Tjiptomangunkusumo, yang bergerak dalam lapangan sosial dan politik. Kemudian dikenal pula dr. Mangkoewinoto, dr. Soesilo dan dr. Kodijat yang berjuang dibidang penyakit menular, juga dr. Kawilarang, dr. Sitanala. Dr. Asikin Widjajakusumah dan dr. Sardjito. Nama yang terakhir ini terkenal dengan majalahnya Medische Berichten yang diterbitkan di Semarang bersama-sama dr. A. Moechtar dan dr. Boentaran. Pada tahun 1926 perkumpulan berubah namanya menjadi Vereniging van lndonesische Geneeskundige (VIG).
Menurut Prof Bahder Djohan yang pernah menjadi sekretaris VIG selama 11 tahun (1928-1938), perubahan nama ini dengan landasan politik yang menjelma dari timbulnya rasa nasionalisme (karena dokter pribumi dianggap sebagai dokter kelas dua) sehingga membuat kata “Indische” menjadi “Indonesische” dalam VIG. Dengan demikian, profesi dokter telah menimbulkan rasa kesatuan, atau paling tidak meletakkan sendi-sendi rasa persatuan.(VIG).
Prof Bahder Djohan mengatakan pula, tujuan VIG ialah menyuarakan pendapat dokter, dimana pada masa itu persoalan yang pokok ialah mempersamakan kedudukan antara dokter-dokter pribumi dengan dokter Belanda dalam segi kualitasnya yang tidak kalah. Kongres VIG tahun 1940 di Solo menugaskan pada Bahder Djohan untuk membina serta memikirkan istilah-istilah baru dalam dunia kedokteran. Masa itu telah terkumpul 3000 istilah baru dalam dunia kedokteran. Usaha-usaha VIG lainnya yang patut diketengahkan yakni peningkatan gaji (upah) dokter-dokter “Melayu” agar mempunyai derajat yang sama dengan dokter Belanda, yang berhasil mencapai 70% dari jumlah semula (50%). Selain itu, memberikan kesempatan dan pendidikan bagi dokter “melayu” menjadi asisten dengan prioritas pertama.
Dalam masa pendudukan Jepang (1943), VIG dibubarkan dan diganti menjadi Jawa Izi Hooko Kai. Selanjutnya pada tahun 1948 didirikan Perkumpulan Dokter Indonesia (PDI), yang dimotori kalangan dokter-dokter muda di bawah pimpinan dr. Darma Setiawan Notohadmojo. Pendirian PDI berdasarkan kehendak situasi dan tuntutan zaman yang berkembang pendapat-pendapat atau tinjauan-tinjauan baru dalam suasana dan semangat yang baru pula pada waktu itu. Dengan demikian PDI berfungsi pula sebagai badan perjuangan di daerah pendudukan Belanda.
Hampir bersamaan berkembang pula Persatuan Thabib Indonesia (Perthabin) cabang Yogya yang dianggap sebagai kelanjutan VIG masa tersebut. Tidaklah mungkin bahwa Perthabin dan PDI sekaligus merupakan wadah dokter di Indonesia, maka dicapai mufakat antara Perthabin dan Dewan Pimpinan PDI untuk mendirikan suatu perhimpunan dokter baru. Dr. Soeharto berpendapat bahwa perkumpulan dokter yang ada sejak 1911 telah rusak di zaman kependudukan Jepang. Lagi pula organisasi yang bernama Jawa Izi Hooko Kai hanya terbatas di Pulau Jawa saja. la menilai juga bahwa perkumpulan tersebut tidak bekerja dan berfungsi dan hanya sebagai penyalur politik Jepang. Dasar pemikiran inilah digunakan untuk mendirikan suatu perkumpulan dokter baru yang sesuai dengan alam pikiran dan jiwa kemerdekaan serta sesuai dengan indentitas kita, yakni persatuan. Diharapkan perkumpulan kedokteran tersebut dapat menjadi semacam perkumpulan persatuan.
Pada tahun 1945, dokter-dokter Indonesia belum mempunyai kesempatan untuk mendirikan suatu wadah dokter di Indonesia yang berskala nasional. Kesempatan ini baru ada setelah diperoleh pengakuan dari Belanda (RIS). Sebetulnya ide untuk mendirikan perhimpunan dokter di Indonesia telah lama ada. Oleh karena situasilah yang menyebabkan terdapatnya bermacam-macam dokter, seperti dokter didaerah pendudukan, di daerah republik federal, dan masalahnya mereka belum mempunyai kesempatan untuk menyatu. Di masa dahulu dikenal 3 macam dokter Indonesia, ada dokter Jawa keluaran sekolah dokter Jawa, ada Indische Arts keluaran Stovia dan NIAS serta ada pula dokter lulusan Faculteit Medica Batvienis pada tahun 1927.



Sumber : http://www.idionline.org/index.php?menu=sejarah_idi  ( dikutip dari http:// scriptintermedia.com)